Koor SMA Tarakanita Gading Serpong foto bersama usai misa.
The Lord Bless You and Keep You yang dinyanyikan sebagai lagu pramisa menjelang misa kedua Minggu, 28 September 2025, itu mampu menciptakan suasana hening. Terbawa suasana, ratusan pasang mata umat serta merta tertuju ke panti koor yang dipadati anak-anak remaja berseragam sekolah.
Pembawa lagu yang aslinya diaransemen Peter C. Lutkin itu adalah koor SMA Tarakanita Gading Serpong. Pagi itu mereka melayani misa di Gereja Santa Bernadet Pinang, bertepatan dengan Penyegaran Perjanjian Perkawinan bagi 28 pasutri yang berulang tahun pernikahan di bulan September.
Ekspresi seorang dirigen, Agustina Sriyati Puji Lestari.
Lagu lain yang pembawaannya mencerminkan persiapan matang adalah dua lagu inkulturasi, yaitu pembukaan bernuansa Jawa, Ajaib Tuhanku (PS 540) dan penutup Banyaklah Orang di Sekitar Kita (PS 699) bernuansa Sunda.
Ketika Romo Ignatius Sudaryanto CICM—memimpin misa bersama selebrans Romo Thomas H Santos CICM—menjelang berkat mengucapkan terima kasih kepada para petugas, aplaus langsung meriah begitu disebut koor SMA Tarakanita Gading Serpong.
Tampil dengan seragam sekolah.
”Dalam setiap tugas misa memang kami selalu menyiapkan lagu pramisa untuk mengkondisikan suasana bagi umat memasuki keheningan menjelang misa,” kata salah satu dirigennya, Agustina Sriyati Puji Lestari yang akrab disapa Bu Agustin, usai misa.
Koor SMA Tarakanita GS tidak semuanya katolik. Ada muslim, protestan, buddha, walaupun dari persentasenya tetap katolik yang terbesar. ”Hanya ketika mereka yang non katolik mau, mampu, dan orangtua mengizinkan, jalan,” jelas Bu Agustin yang juga mengampu Pendidikan Agama Katolik itu.
Aurelius Buha Matua Pangaribuan: Saya Protestan.
”Saya prostestan, dari GKI. Saya senang bisa melayani bersama teman-teman di sini, enggak ada masalah,” ungkap siswa bernama Aurelius Buha Matua Pangaribuan.
Bu Agustin mengatakan koor SMA Tarakanita Gading Serpong itu beranggotakan 56 siswa-siswi dari kelas X, XI, dan XII. Sekolah sebelumnya sudah punya paduan suara inti yang biasa melayani misa tetapi mulai semester ganjil ini koor dijadikan kegiatan ekskul tiap hari Jumat. ”Jadi anggotanya terdiri dari kelompok inti dan peserta ekskul,” jelas umat Paroki Curug itu.
Tugas melayani misa yang kedua di Gereja Bernadet.
”Mereka ini baru dua kali bertugas mengiringi misa, pertama di Gereja Santa Maria Benteng Gading dan kedua di Gereja Bernadet ini. Habis ini tentu ada evaluasi karena ekskul itu dibuat juga untuk persiapan Pesparani (Pesta Paduan Suara Gerejani),” imbuhnya.
Selama ini koor Tarakanita GS melayani di Gereja Santa Maria Benteng Gading dan Gereja Laurensius Alam Sutera karena sekolah ini berada di bawah naungan Gereja tersebut. Gereja Santa Maria Benteng Gading juga merupakan anak paroki (stasi) dari Paroki Alam Sutera. ”Rencana semester depan akan melayani di Paroki Curug Gereja St Helena,” kata Bu Agustin lagi.
Latihan diadakan sesuai jam ekskul tetapi kalau ada tugas khusus seperti di Gereja Bernadet itu ditambah waktunya dengan memotong jam pelajaran lain.
Suara masih bisa dieksplor.
Melatih koor remaja itu tantangannya khas. Yang dirasakan Bu Agustin, pertama masalah peralihan suara dari remaja ke pradewasa. ”Untuk kelas X yang baru lulus SMP suaranya ’belum pecah’; kedua kami terhambat di waktu latihan, sehingga harus memotong jam pelajaran lain,” katanya.
Alvin, organis otodidak.
Secara terpisah dirigen-pelatih, Yohanes Utomo, mengatakan bahwa meskipun untuk sekolah mengumpulkan anggota lebih mudah, tetapi memformasi atau membentuk suara dan memadukannya menjadi tantangan tersendiri.
”Suara mereka sebenarnya masih bisa dieksplor lagi. Meskipun kalau menurut yang mendengarkan sudah oke, masih bisa jauh lebih baik lagi. Power juga masih harus digarap,” kata Pak Yohanes yang juga dari Paroki Curug itu.
Bu Agustin dan Pak Yohanes, dua dirigen.
Bagi Pak Yohanes latihan maksimal dua jam. ”Lebih dari itu anak pasti bosen, konsentrasi buyar. Yang penting sesudah latihan pulangnya enjoy,” ujarnya. Di samping itu ada tantangan yang khas anak-anak remaja. ”Ya karena anak-anak, mereka itu kemriyek (riuh-berisik, red), kalau dijelaskan kurang mendengarkan,” kata Pak Yohanes dengan tawa lebar.
Teks/ Foto: Komsos: ps/ Jassen Novaris, Walter Arya